Sabtu, 21 Februari 2009

Ponpes Darul Falah Kudus

Ajarkan Njiret Weteng, Nyengkal Moto

''Ngger, nome do riyalat, tuwane nemu derajat. Riyalat kuwi ateges njiret weteng, nyengkal moto''

Petikan kalimat tersebut bersumber dari tausiyah (nasihat-Red) Sunan Kalijaga dalam salah satu kitab Jawa. Salah seorang pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) Darul Falah Kudus, K Ahmad Jazuli SAg, lantas menerjemahkan tausiyah itu, yakni ''Masa muda bersusah payah, maka pada saat tuanya akan menemukan kesuksesan. Sengsara itu berati berani lapar, berani bangun tengah malam, dalam artian untuk belajar.''

Petuah bijak itu, kemudian menjadi motto pada Ponpes yang berada di Kecamatan Jekulo, Kudus tersebut. Seruan untuk berperilaku prihatin dan bersahaja, menjadi dasar ajaran kepada para santri yang berasal dari Kudus, Jepara, Demak, Kendal, Cirebon, Jakarta, Tangerang, Banten, dan sejumlah kota di Sumatera.

Ponpes yang didirikan oleh KH Ahmad Basyir tiga puluh lima tahun yang lalu itu, memegang teguh ajaran Dalail al-Khairat dengan ciri khas puasa bertahun-tahun, yang dikenal dengan sebutan puasa dalail.

Dipecah

Pada 2004, untuk memudahkan pengelolaan, kepengurusan ponpes dipecah menjadi empat, yakni Darul Falah I, II, III, dan IV. Darul Falah I dan II diperuntukan bagi santri ptera, sedangkan Darul Falah III dan IV untuk santri putri. Kegiatan belajar para santri terdiri atas kegiatan harian, mingguan, dan selapanan atau bulanan.

Kegiatan harian meliputi program tahfidh Alquran untuk santri putri, jamaah shalat, tadarus, kajian kitab sekolah pagi, musyawarah wajib, musyafahah Alquran, takhashshush An-Nasyri dan diakhiri qiyam al-lail.

Ponpes tersebut menerapkan metode pembelajaran perpaduan antara sistem tradisional dan sistem modern. Penggunaan sistem tradisional, berlangsung pada proses pengkajian kitab salaf dengan cara bandongan dan sorongan. Metode modern, diadopsi dengan adanya pengelompokan santri sesuai dengan tingkat kemampuannya.

Pada beberapa tahun terakhir, ponpes tersebut menunjukkan kepeduliannya di bidang pendidikan. Pada 2003 lalu, ponpes itu dipercaya sebagai pengelola program wajib belajar sembilan tahun. Selain itu, juga menyelenggarakan program pendidikan Paket C setara SMA. Bahkan pada 2004, dibuka sebuah SMK yang menginduk pada SMK Wisuda Karya Kudus.

''Sebagian orang tua santri masih enggan menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah. Jadi kami menyelenggarakan program pendidikan tersebut untuk merespons keadaan itu,'' tutur KH Ahmad.